Tafsir Birra’yi
Oleh : Muhith, M.Ag
Mannan al-Qattan mengemukakan yang dimaksud tafsir bi
ar-ra'yi (disebut pula tafsir bi ad-dirayah atau bi al-ijtihad) adalah :
هو ما يعتمد فيه
المفسر في بيان المعنى على فهمه الخاص واستنباطه بالرأي المجرد
Yaitu seorang mufassir berpegang dalam menjelaskan makna berdasarkan
pemahamannya yang husus dan pengemabilan kesimpulan dengan ra'yu.[1]
Seiring perkembangan zaman yang menuntut pengembangan metoda tafsir karena
tumbuhnya ilmu pengetahuan pada masa Daulah Abbasiyah maka tafsir ini
memperbesar peranan ijtihad dibandingkan dengan penggunaan tafsir bi al-Matsur.
Dengan bantuan ilmu-ilmu bahasa Arab, ilmu qiraah, ilmu-ilmu Al-Qur’an, hadits
dan ilmu hadits, ushul fikih dan ilmu-ilmu lain seorang mufassir akan
menggunakan kemampuan ijtihadnya untuk menerangkan maksud ayat dan
mengembangkannya dengan bantuan perkembangan ilmu-ilmu pengetahuan yang ada.
Contoh Tafsir bir ra’yi dalam Tafsir Jalalain: “khalaqal insaana min ‘alaq” (QS Al Alaq 2) Kata ‘alaq di sini diberi makna dengan bentuk
jamak dari lafaz ‘alaqah yang berarti
segumpal darah yang kental. Beberapa tafsir bir ra’yi yang terkenal antara
lain: Tafsir Al Jalalain (karya Jalaluddin Muhammad Al Mahally dan
disempurnakan oleh Jalaluddin Abdur Rahman As Sayuthi), Tafsir Al Baidhawi,
Tafsir Al Fakhrur Razy, Tafsir Abu Suud, Tafsir An Nasafy, Tafsir Al Khatib,
Tafsir Al Khazin.
Para ulama membagi corak tafsir bi ar-ra'yi dalam dua bagian, ada yang
dapat diterima / terpuji (maqbul / mahmud) dan ada pula yang tercela / ditolak
(mardud / madzmum).
1. Mannan al-Qattan, Mabahits fi Ulum al-Qur'an (
t.k. : Mansyurat al-'Asr al-hadits. 1973), hlm. 347
Tidak ada komentar:
Posting Komentar